Harga Kopi Arabika Kintamani Tembus 16 Ribu Per Kilo, Erawan Minta Petani Terapkan Sistem Pertanian Organik

BANGLI, iBaliNews.Com – Anggota DPRD Bali Sang Nyoman Putra Erawan meminta petani menerapkan sistem pertanian organik dalam mengelola kopi arabika Kintamani. “Saat ini harga kopi arabika Kintamani gelondong merah sudah mencapai Rp. 16.000/kg bahkan lebih, sudah saatnya petani memulai menerapkan sistem pertanian organik,” anjur Erawan saat mesimakrama di Balai Banjar Desa Mengani, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Sabtu (31/5) malam.
Simakrama tersebut berkaitan dengan masa reses persidangan DPRD Bali, pada hari yang sama Erawan mengaku bertemu dengan masyarakat di kawasan Kintamani barat di tiga tempat. Di Desa Mengani, kehadiran mantan Kepala Desa Awan itu disambut prejuru adat seperti Bendesa Adat Mengani I Nyoman Yasa, Wakil Bendesa I Nyoman Sugiri, Sekretaris Sang Putu Marka Yasa dan Bendahara I Wayan Arsana. Prejuru Banjar Adat Mengani I Gede Subrata, I Wayan Karsana, dan I Wayan Puja bersama Kepala Desa Mengani I Ketut Armawan S.Sos. Puluhan krama terdiri dari krama desa pengarep, pecalang serta persatuan krama istri (pakis) berdialog dengan Sang Nyoman Putra Erawan.
Menurut Erawan, kopi arabika di dataran tinggi Bali bagian tengah meliputi Kabupaten Bangli, Badung dan Buleleng telah mendapatkan sertifikat indikasi geografis sejak 2008. Ini berarti, lanjut anggota Komisi III DPRD Bali itu, petani punya kewajiban moral menjaga eksistensi kopi arabika penerima sertifikat IG pertama di Indonesia. Dua peran penting petani yakni menerapkan teknologi ramah lingkungan dan melaksanakan petik merah. “Dua langkah ini menjadi pilar penyangga dalam mempertahankan kualitas kopi arabika,” tuturnya. Diakuinya, sistem pertanian organik menjadi syarat penting agar kopi arabika asal Indonesia termasuk Kopi Arabika Kintamani Bali menembus pasar global. Jika residu zat-zat kimia melampau ambang batas tidak diterima di negara-negara tertentu seperti Jepang. Kegagalan menembus pasar ekspor, katanya, dapat menurunkan harga kopi di tingkat petani.
Erawan menambahkan petani harus mensyukuri harga kopi arabika saat ini sudah sangat tinggi. “Cara bersyukurnya ada dua yaitu mengurangin saprodi kimiawi dan tidak lupa diri,” tukasnya. Hanya saja, pengembangan perkebunan kopi organik tidak bisa dibebankan ke petani semata, pemerintah dan pemangku kepentingan lain harus mengedukasi dan memberi subsidi agar petani bisa memulai penerapan teknologi organik. Pemerintah bisa mendistribusikan pupuk dan obat-obatan organik ke petani. Untuk bibit atau benih kopi arabika, tegas Erawan, tidak perlu karena di Kintamani sudah ada varietas kopi unggul yang tersurat di sertifikasi IG seperti kopyol, USDA dan yang lainnya.
Ketika pendapatan tinggi, lanjut Erawan, petani kopi hendaknya mengelola pemanfaatan secara bijak. ”Gunakan hasil penjualan kopi arabika untuk investasi baik untuk pengembangan bisnis dan kualitas SDM sehingga tidak menyesal di kemudian hari,” tuturnya. Pada kesempatan tersebut,
Erawan menyampaikan ucapn rerima kasih atas dukungan warga Mengani sehingga dia lolos melenggang ke kantor DPRD Bali di Renon, Denpasar. Pemilik Klinik Kesehatan yang berlokasi di Desa Catur itu menyiapkan mobil ambulan gratis bagi masyarakat yang sakit atau meninggal di rumah sakit seluruh Bali.
“Sampaikan saja jangan sungkan-sungkan jika ada krama Mengani yang sakit atau meninggal di RS di mana pun, butuh ambulance/ mobil jenazah dan saya sediakan tanpa biaya sehingga hasil penjualan kopi bapak dan Ibu bisa digunakan untuk kepentingan lain,” selorohnya disambut tepuk tangan hadirin. Kepala Desa Mengani Ketut Armawan menyambut baik kehadiran Erawan dan berharap bisa hadir secara periodik menyerap aspirasi lokal.
Wakil Ketua MPIG Kopi Arabika Kintamani I Made Sarjana menyatakan himbauan Erawan sangat dibutuhkan untuk menjaga keberlanjutan kopi arabika menjadi komoditas unggulan ekspor bagi Provinsi Bali. Mantan Ketua DPD LPM Kabupaten Bangli itu meminta Sang Nyoman Putra Erawan memperjuangkan kelanjutan jalan tembus Mengani menuju Desa Belok-Sidan Kabupaten Badung. “Di Desa Mengani jalannya sudah terbangun dan di hotmix, namun jalan di Desa Desa Belok dan juga jembatan belum terbangun. Mohon disampaikan ke kalangan eksekutif di Provinsi Bali,” katanya.
Akademisi FP Unud itu, menjelaskan jalan Tersebut sangat dibutuhkan untuk meningkatkan aksesibilitas menunjang pembangunan sektor pertanian dan pariwisata di Kawasan Kintamani Barat. DEL